Laman

Saturday, 22 December 2018

CERPEN - JAWABAN DARI SEBUAH TANDA TANYA DALAM HATI

Prena aku sudah lama menjomblo dan realita bahwa dia tidak akan memulai percakapan karena dia berfikir kalau aku copet karna melihat rambutku yang gondrong. Aku hanya terdiam, membiarkan semua berlalu.

Tapi entah keberuntungan atau apa, tapi waktu itu adalah pertama kalinya aku bersyukur karna kereta yang aku tumpangi sedang memiliki kerusakan pada bagian rem nya. Kereta kami bergoyang seperti biduan dangdut yang membuat semua orang di dalam kereta mengingat Tuhan. Semua orang panik karena takut kereta itu akan terbalik dan menabrak. Tidak terkecuali wanita cantik di sebelahku. Saat itu aku tidak khawatir sama sekali karena aku biasa bertarung dalam maut dan aku berfikir kalau kereta ini terbalik aku masih bisa selamat. Tapi dia takut setengah mati dan akhirnya menyapaku dengan suara lirih dan agak gemetaran.

“Mas. Aku boleh pinjam tangan nya untuk pegangan. Aku takut.”
Fix. Waktu itu dunia berhenti berputar. Aku hanya bisa menjawab dengan mengangguk dan tersenyum. Tidak bisa. Tidak bisa aku berkata “ya” sekalipun karena aku terlalu bahagia. Hatiku meronta dan memaksaku untuk melakukan selebrasi tapi aku masih bisa menahan dan memang harus kutahan. Sulit dijelaskan namun waktu itu kondisi yang paling memahami situasi.

Di sana.di Saat tangan nya menggenggam Tangan ku kami mulai cair. Berkenalan dan bercerita banyak hal sampai kami tidak meraskan kalau beberapa menit lagi kereta kami berhenti di setasiun mangga dua jakarta timur. Saat itu juga aku percaya cinta bisa mengalahkan maut sekalipun. Kereta mulai bisa di kondisikan, semua orang bersiap untuk turun dari kereta dan dia pun melepaskan tangan nya dari tangan ku. Ah. Sial.

Kami berpisah di setasiun karena aku menaiki angkot lagi untuk ke kota tua dan dia menggunakan motor. Kami berpisah dengan sebuah kenang-kenangan seperti nomer handphone dan sedikit foto selfie. Di saat itulah kami mulai dekat sampai saat ini.

Dan sekarang. Pagi yang malang. Aku harus menerima kenyataan bahwa aku hanyalah manusia lemah yang tidak berani menyatakan cinta hanya karena aku takut kalau dia tidak merasakan hal yang sama. Padahal mengingat awal pertemuan kami, bisa dibilang menarik dan penuh keromantisan.

“Bagaimana dia tidak merasakan hal yang sama kalau maut saja sudah kalian lewati berdua?” Kata sosok pemberani dalam hatiku.
“Tapi bagaimana kalau dia sudah punya pacar?” Kata sosok pesimis dalam hatiku.
“Ayolah, coba aja dulu. Kita tidak akan tahu sebelum coba.” Kata si pemberani lagi.
Fix. Aku gila karena cinta dan sisi pemberaniku menang.

Aku masih bingung. Sering aku meminta pendapat ke teman-temanku tentang hal ini dan semuanya pasti menjawab “udah, tembak aja” seolah-olah menembak hanya butuh persiapan kata-kata saja. Karena menurutku menyatakan cinta kepada seseorang adalah hal yang membutuhkan persiapan yang harus sangat matang. Tidak bisa semudah membalik telapak tangan. Cinta adalah sesuatu yang sakral menurutku. Sulitnya cinta akan berbanding lurus dengan lamanya kalian tidak mengenalnya. Semakin lama kalian tidak mengenal cinta, semakin lama juga cinta akan mengenal kalian ketika merasakannya. Itu sebabnya aku takut, ragu, dan bimbang.

Namun. Kali ini aku harus mencoba untuk menyatakan. Apapun hasilnya adalah kehendak Tuhan dan cinta itu sendiri. Aku tidak boleh mengecewakan sisi pemberaniku yang sudah menang. Aku harus menyatakannya. Tekadku sudah bulat dan matang sematang telur dadar. Aku memberi semangat kepada diriku kemudian menelponnya.

“Halo. Yul.” Aku takut.
“Iya, fan Ada apa?”
“Aku mau ngomong kalau aku suka kamu, kamu mau gak jadi pacarku?” Aku tidak mau berbasa-basi, karena basa-basi akan memperburuk keadaan.
“Mmm, irfan. Aku minta maaf sebelumnya. Jujur aku juga suka sama kamu, tapi… Aku sudah punya pacar dan aku ga mungkin ninggalin dia. Kita…”
Belum sempat dia menyelesaikan pembicaraannya aku langsung mematikan telepon itu. Ya. Benar sekali. Selamat. Aku ditolak.

Pagi yang benar-benar malang. Menolak dengan alasan sudah punya pacar menurutku adalah tindakan tidak terpuji. Aku merasa sedikit sakit hati dengan hal itu. Tapi setidaknya aku sudah berani mengatakan dan aku sudah berani mengambil keputusan yang optimis untuk melangkah maju. Intinya adalah seperti itu. Walaupun tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan, setidaknya aku sudah berhasil menaklukan diriku dan mengenal cinta. Setidaknya sekarang aku sudah bebas dari belenggu keraguan. Setidaknya sekarang aku bisa meminum kopi pahitku dengan tenang. Setidaknya aku tidak lagi takut melangkah.

No comments:

Post a Comment